1. Pendahuluan.
- Dalam pandangan Iran, pemerintahan Islam adalah pemerintahan rakyat dengan berpegang pada hukum Tuhan, di mana kepala pemerintahan tertinggi harus dipegang seorang faqih, yang ahli di bidang hukum Islam yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam pemerintahan Islam model Shiah, kaum ulama menduduki posisi, baik sebagai pengawal (guardian atau wali), penafsir (interpreter) maupun pelaksana (executor) hukum-hukum Tuhan. Oleh sebab itu maka pemerintahan yang demikian itu merupakan pemerintahan yang benar dan adil. Pemerntahan Islam harus bertindak sesuai dengan syari’at. Syarat-syarat tersebut asumsinya hanya bisa dipenuhi oleh para faqih. Kerenanya para faqih adalah figur yang dianggap paling siap memerintah masyarakat.
- Ayatullah Khomeini adalah seorang ulama besar yang dicintai rakyat Iran. Pada waktu Ayatullah Borujerdi menjadi ulama besar di Qum, Imam Khomeini telah menduduki tempat yang menonjol. Sepanjang masanya beliau berusaha untuk menyimpulkan satu realisme politik serta patuh kepada Ayatullah Borujerdi. Imam Khomeini membangun banyak pengikut di kalangan ulama muda di Qum dan tempat-tempat lain dan ini semua kemudian menjadi bagian penting sebagai kekuatan pengarah revolusi (Revolusi Islam Iran). Dalam masa perjuangannya Ayatullah Khomeini merupakan pemimpin Islam yang memiliki misi yang didesain sebagai koreksi terhadap Barat dengan strategi menolak cara-cara Barat, agar menjaga Iran tetap berada pada akar Islamnya.
- Ayatullah Khamaeini tanpa dukungan pendanaan dari sumber pendapatan yang handal, partai poliltik, kekuatan asing mana pun, dan tanpa melancarkan aksi-aksi perang gerilya, Imam meneguhkan diri sebagai pemimpin sejati yang patut dipercaya dari satu gerakan revolusi besar dan luhur. Keberanian Khamaeini menantang Barat dan keberhasilan Revolusi Islam merupakan suatu nilai-nilai kepemimpinan yang patut dicontoh oleh para pemimpin kita.
2. Ayatollah Khoemeini Dalam Kesehariannya.
o Ayatullah Khomeini lahir di Khomein pada 24 oktober 1902. Khomein, merupakan dusun yang berada di Iran tengah. Keluarga Khomeini adalah keluarga Sayyid Musawi, keturunan Nabi melalui jalur Imam ketujuh Syi’ah, Imam Musa Al-Kazhim. Mereka berasal dari Neysyabur, Iran timur laut. Pada awal abad kedelapan belas, keluarga ini bermigrasi ke India, dan mukim di kota kecil Kintur di dekat Lucknow di kerajaan Qudh, yang penguasanya adalah pengikut Syi’ah Dua Belas Imam. Kakek Sayed Ruhullah Khomeini yang bernama Sayyid Ahmad Musawi Hindi, lahir di Kintur. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamed Husein Hindi Neysyaburi, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggan Syi’ah India.
o Sayyid Ahmad ini meninggalkan India pada sekitar tahun 1830 untuk pergi ziarah ke kota suci Najaf. Di Najaf dia bertemu seorang saudagar terkemuka Khomein. Menerima undangan sang saudagar, Sayyid Ahmad lalu pergi ke Khomein untuk jadi pembimbing spritual dusun itu. Di Khomein Sayyid Ahmad menikah dengan Sakinah, putri tuan rumahnya. Pasangan ini dikaruniai empat anak, antara lain Sayyid Mustafa, yang lahir pada 1856. Sayyid Mustafa belajar di Najaf, di bawah bimbingan Mirza Hasan Syirazi, kemudian pada 1894 kembali ke Khomein. Di sana dia menjadi ulama dan dikaruniai enam anak. Sayyid Ruhullah adalah yang bungsu dan satu-satunya yang panggilannya adalah Khomeini.
o Semasa kecil, Sayyid Khomeini mulai belajar bahasa Arab, syair Persia dan kaligrafi di sekolah negeri dan di ‘maktab’. Menjelang dewasa, Sayyid Ruhullah mulai belajar agama dengan lebih serius. Ketika berusia lima belas tahun, dia mulai belajar tatabahasa Arab kepada saudaranya, Murtaza, yang belajar bahasa Arab dan teologi di Isfahan. Pada usia tujuh belas tahun Ruhullah pergi ke Arak, kota dekat Isfahan untuk belajar dari Syaikh ‘Abdul Karim Ha’eri Yazdi, seorang ulama yang terkemuka yang meninggalkan Karbala untuk menghindari pergolakan politik. Sikap ini kemudian mendorong kebanyakan ulama terkemuka untuk menyatakan penentangannya kepada pemerintahan Inggeris. Setelah runtuhnya imperium ‘Utsmaniah, Syaikh Ha’eri enggan tinggal di kota-kota yang ada di bawah mandat Inggeris. Ia kemudian pindah ke Qum. Sayyid Ruhullah Khomeini lima bulan kemudian mengikuti jejak Syaikh Ha’eri pindah ke Qum. Di tempat yang baru ini Sayyid Ruhullah Khomeini belajar retorika syair dan tata bahasa dari gurunya yang bernama Syaikh Muhammad Reza Masjed Syahi. Selama belajar di Qum, Sayyid Ruhullah Khomeini menyelesaikan studi fiqh dan ushul dengan seorang guru dari Kasyan, yang sebelas tahun lebih tua darinya, yaitu Ayatullah ‘Alio Yasrebi.
o Pada awal tahun 1930-an, dia menjadi mujtahid dan menerima ijazah untuk menyampaikan hadis dari empat guru terkemuka. Yang pertama dari keempat guru itu adalah Syaikh Muhsin Amin ‘Ameli, seorang ulama terkemuka dari Lebanon, dimana Imam Musa Shadr di kemudian hari menggantikan kedudukan Amin sebagai pemimpin Syi’ah Lebanon. Yang kedua adalah Syaikh ‘Abbas Qumi, ahli hadis terkemuka dan sejarawan Syi’ah. Qumi adalah penulis prolifik yang tulisannya sangat digemari di Iran modern, terutama bukunya yang berjudul Mafatih Al-Jinan (Kunci Surga). Guru ketiganya adalah Abul Qasim Dehkordi Isfahani seorang mullah terkemuka di Isfahan. Guru keempatnya adalah Muhammad Reza Masjed Syahi, yang datang ke Qum pada 1925 karena protes menetang kebijakan anti Islam Reza Syah.
o Pada usia dua puluh tujuh tahun, Sayyid Ruhullah menikah dengan Syarifah Batul, putri dari seorang ayatullah yang bermukim di Teheran. Mereka dikarunia lima orang anak, dua putra dan tiga putri. Imam Khomeini wafat pada tanggal 3 Juni 1989 dengan memberikan sesuatu keyakinan kepada kaum Muslimin diseluruh dunia bahwa ajaran Islam merupakan ajaran yang mampu menuntun manusia pada kebenaran. Memang peranan dan kharismanya dalam Islam modern dan sejarah Iran tak dapat disangkal. Semoga harapan dan cita-citanya dapat menjadi kenyataan dalam sejarah umat Islam di dunia.[1]
3. Kegiatan Ayatollah Khoemeini.
o Periode Pertama. Masa kanak-kanak dan remaja dilewati oleh Sayid Ruhullah Khomeini ketika Iran sedang mengalami gejolak besar politik dan sosial. Sejak masa itu, Ruhullah telah mengenal dari dekat kesulitan yang dialami oleh masyarakat umum. Keterlibatan keluarganya dalam membela hak-hak kaum tertindas membuatnya kelak tumbuh menjadi pejuang hakiki. Ketika masih kanak-kanak ia sering melukiskan perasaannya yang memprihatinkan kondisi masyarakat sekitar dalam corat-coret buku gambarnya. Di masa remaja, perasaan itu semakin dalam ia rasakan. Dalam salah satu buku tulisannya itu bisa disebut sebagai statemen politik pertama yang dibuat oleh Sayid Ruhullah remaja yang kelak akan memimpin bangsa Iran, sekaligus menunjukkan perhatiannya yang besar kepada nasib negeri dan bangsanya. Sayid Ruhullah sangat tertarik kepada tokoh-tokoh pejuang. Ketika Mirza Kucik Khan Jangali bangkit berjuang dengan mengangkat senjata, Ruhullah ikut membantu menyampaikan pidato dan membaca syair tentang Mirza Jangali. Ia juga terlibat mengumpulkan dana untuk membantu gerakan Mirza. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk bergabung dengan kelompok Jangali dan bertemu Mirza. Sayid Ruhullah Musavi (Mustafavi) memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ia berhasil menguasai berbagai cabang ilmu. Selain ilmu fiqih, ushul dan filsafat, ia juga menguasai irfan. Kedalaman ilmunya diakui oleh para gurunya sendiri. Sayid Ruhullah belajar dari sejumlah guru di kota Khomein, Arak dan Qom. Hanya dalam waktu enam tahun ia berhasil mempelajari banyak cabang ilmu sebelum akhirnya mengukuhkan diri sebagai salah seorang ulama dan pengajar di pusat ilmu Islam di kota Qom.
o Periode Kedua. Periode ini dimulai ketika Sayid Ruhulah Mosavi hijrah ke kota suci Qom. Saat itu, Reza Khan Pahlevi, raja pertama dinasti Pahlevi melanjutkan kebijakannya yang anti agama. Di masa ini, Sayid Ruhullah yang sedang sibuk dengan aktivitas belajar, mengajar dan menulis buku, mulai berkenalan dengan para ulama pejuang seperti Ayatollah Haj Agha Nurullah Esfahani, Ayatollah Modarres dan sejumlah nama besar lainnya. Di masa kekuasaan Reza Khan ini tercipta kondisi yang sangat mencekik. Karena itu para ulama berjuang untuk mempertahankan dan melindungi hauzah ilmiah yang merupakan pusat pendidikan agama Islam di Qom. Bisa dikatakan bahwa perjuangan mempertahankan hauzah di zaman itu tidak kalah pentingnya dari membentuk pemerintahan Islam yang kelak terjadi tahun 1979.
o Periode Ketiga. Periode ini dimulai ketika Imam Khomeini (ra) menginjak usia 40 tahun. Saat itu terjadi dua peristiwa besar, pertama berkecamuknya Perang Dunia II dan jatuhnya Iran ke tangan pendudukan asing, dan kedua larinya Reza Khan ke luar negeri dan anaknya yang bernama Mohammad Reza naik ke singgasana kekuasaan. Melihat kondisi yang ada, Sayid Ruhullah Mosavi merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk melakukan gerakan kebangkitan demi memperbaiki kondisi negeri yang carut marut. Meski telah melakukan banyak usaha, namun kebangkitan yang diinginkan tidak terjadi. Imam Khomeini yang telah dikenal sebagai salah seorang ulama besar di Qom memiliki kecakapan yang seharusnya untuk memimpin sebuah gerakan kebangkitan rakyat. Beliau sudah merasakan 20 tahun kekuasaan Reza Khan dan memiliki wawasan politik yang luas. Pada tanggal 11 Jumada Thani tahun 1363 hijriyah atau sekitar tahun 1944 masehi, Imam Khomeini merilis sebuah statemen yang menyerukan rakyat bangkit dengan memanfaatkan kondisi yang ada. “Hari ini bertiup angin ruhani yang sejuk dan hari ini adalah hari yang paling baik untuk sebuah kebangkitan demi perbaikan. Jika kalian lewatkan kesempatan ini dan tidak bangkit demi ridha Allah serta tidak mengambalikan syiar agama ke posisinya semula, maka besok, orang-orang tak bermoral dan pengumbar Shahwat akan menguasai kalian. Mereka akan mempermainkan kehormatan kalian demi kepentingannya.”
o Periode Keempat. Periode keempat kehidupan Imam Khomeini berbarengan dengan dua peristiwa duka. Pertama adalah wafatnya Ayatollah al-Udzma Boroujerdi pada tanggal 29 Maret 1961. Dengan wafatnya marji besar Syiah ini, dunia Islam kehilangan salah satu tokoh penting yang membentengi Islam, dan di sisi lain musuh-musuh Islam dan Iran bersuka cita atas kepergian Ayatollah Boroujerdi (ra). Peristiwa kedua adalah wafatnya Ayatollah Kashani, pejuang besar dalam melawan kekuasaan imperialisme Inggris. Nama Ayatollah Kashani cukup membuat hati penguasa Britania Raya dan musuh-musuh Islam bergetar. Wafatnya dua ulama besar ini terjadi seiring dengan dimulainya periode masuknya pengaruh Amerika Serikat (AS) di Iran. AS gencar menekan rezim Shah Pahlevi untuk memberlakukan perubahan di semua bidang sesuai kemauan Washington. Imam Khomeini menangkap sinyal bahaya besar di balik perombakan gaya AS ini. Langkah-langkah rezim Pahlevi hanya akan membuka jalan bagi AS dan Israel untuk menguasai Iran. Imam Khomeini gencar mengingatkan semua pihak untuk menyadari bahaya dari langkah-langkah Shah. Rezim melakukan pembalasan atas gerakan Imam dengan sebuah tindakan yang brutal. Tentara dan dinas keamanan (SAVAK) tanggal 22 Maret tahun 1963, bertepatan dengan peringatan Shahadah Imam Jafar Shadiq (as), dikerahkan untuk menyerang madrasah Feiziyah di Qom, tempat Imam Khomeini mengajar. Banyak pelajar agama yang gugur Shahid dalam peristiwa itu. Peristiwa Feiziyah semakin mendorong Imam Khomeini untuk melanjutkan gerakannya. Memperingati 40 hari gugurnya para pelajar Feiziyah, Imam Khomeini menyampaikan pidatonya yang berapi-api. Beliau mengumumkan tidak akan diam sebelum menundukkan rezim Shah. Malam harinya, Imam Khomeini ditangkap dan dijebloskan ke penjara Qasr. Pagi hari, berita penangkapan Imam Khomeini didengar oleh masyarakat luas di Tehran dan kota-kota lainnya. Massa dalam jumlah besar berbondong-bondong memenuhi jalanan dan bergerak menuju istana Shah. Mereka berjalan dengan meneriakkan yel-yel “Khomeini atau Mati”. Dengan slogan ini mereka menuntut rezim untuk membebaskan ulama pejuang ini. Rezim pun melakukan tindakan brutal dengan membantai para demonstran. Korban pun berjatuhan.
Kepemimpinan Imam Khomeini dalam gerakan melawan Shah nampaknya reda ketika rezim mengasingkan beliau ke Turki lalu Irak. Namun aktivitas perjuangan Imam Khomeini tidak berhenti meski di pengasingan. Tahun 1978, putra tertua Imam Khomeini bernama Ayatollah Sayid Mostafa Khomeini dalam sebuah peristiwa mencurigakan didapatkan terbujur kaku di kamarnya. Banyak bukti yang mengarah kepada keterlibatan SAVAK dalam pembunuhan Ayatollah Mustafa yang selalu menyertai ayahnya dalam setiap langkah. Syahidnya Ayatollah Mostafa Khomeini kembali menyulut gelora perjuangan yang selama ini dilakukan di bawah tanah. Gelora itu kian membara setelah koran Ettelaat memuat tulisan artikel yang menghujat Imam Khomeini dan kalangan ulama secara umum. Masyarakat Muslim menggelar aksi demo dan memprotes kekurangajaran koran Ettelaat. Aksi demo itu berujung pada peristiwa pembantaian yang dilakukan tentara terhadap warga kota Qom. Gerakan kebangkitan rakyat silih berganti terjadi di beberapa kota penting, Qom, Tabriz, Isfahan, Yazd, Shiraz dan kota-kota lainnya. Puncak politik tangan besi rezim Shah terjadi pada peristiwa yang dikenal dengan nama peristiwa 17 Shahrivar 1357. Tiba tanggal 1 Februari 1979, Imam Khomeini segera memimpin langsung perjuangan rakyat Iran menumbangkan kekuasaan despotik Shah Pahlevi yang sudah di ujung tanduk. Tanggal 10 Februari, PM Shapour Bakhtiar mengeluarkan undang-undang darurat militer dan jam malam. Imam dalam sebuah amaran singkatnya menyebut jam malam tidak legal. Selama 24 jam terjadi bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara yang masih setia kepada rezim Shah. Pagi hari tanggal 11 Februari 1979, dengan kaburnya Bakhtiar ke luar negeri, kekuasaan Shah Pahlevi berakhir. Sebagai gantinya berdiri pemerintahan baru dengan sistem Republik Islam.
Sejak kemenangan revolusi Islam hingga 2 Juni 1989 (hari wafat Imam Khomeini) terjadi banyak peristiwa penting di Iran yang menunjukkan betapa Amerika Serikat (AS) memusuhi pemerintahan Islam ini. Kelompok pemberontak sayap kanan atau kiri di Iran yang berusaha menumbangkan pemerintahan Islam didukung secara penuh, baik secara politik maupun financial, oleh Barat dan Timur. Adi daya dunia pun mendorong Saddam Hossein, dikatator Irak untuk menyerang Iran. Perang pun meletus dan berlangsung selama delapan tahun. Berbagai makar dan tipu daya dalam skala besar dilakukan oleh adi daya Barat dan Timur untuk menggulung pemerintahan Islam di Iran. Namun berkat pertolongan Allah dan di bawah kepemimpinan Imam Khomeini, semua tipu daya itu dapat digagalkan dan pemerintahan Islam di Iran tetap berdiri dengan tegaknya. Tanggal 2 Juni 1989, Imam Khomeini memenuhi panggilan Tuhannya. Rakyat Iran tenggelam dalam duka. Rasa duka juga dirasakan oleh jutaan pencinta Imam Khomeini di seluruh dunia. Imam Khomeini, sang Pemimpin Besar Revolusi Islam telah tiada, namun rakyat Iran tetap teguh memperjuangkan cita-citanya. Salam bagi Imam Khomeini (ra).[2]
4. Perjuangan Ayatollah Khoemeini.
- Kemunculan Imam Khomeini secara menonjol dimulai sejak tahun setelah tumbangnya Mossadegh melalui coup d’etat yang dirancang CIA (dinas rahasia AS). Pada tahun 1963, Syah Reza meresmikan pembukaan apa yang disebut sebagai “Revolusi Putih” oleh pers Barat dan mesin propaganda dalam negeri. Menurut Syah Reza, satu-satunya yang mengakibatkan ia patut disebut “putih” adalah bahwa karena ia direncanakan di Gedung Putih (Amerika Serikat / AS). Tentu saja, pastilah ia tidak putih dalam pengertian tidak menumpahkan darah; dan bahwa ia pun tidak pantas disebut “revolusi”. Bahkan sebaliknya, ia harus dipandang sebagai satu usaha untuk mencegah revolusi. Yang disebut Revolusi Putih itu terdiri dari satu paket dari tindakan-tindakan yang dianggap sebagai strategi dan perencanaan untuk mereformasi masyarakat Iran, untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan pekerja industri, serta untuk mewujudkan emansipasi kaum perempuan. Di antara berbagai tindakan yang termasuk dalam rencana tersebut, ada dua yang ditonjolkan secara khusus: land reform dan hak-hak perempuan. Secara khusus, keduanya ditonjolkan dalam propaganda pemerintahan Syah Reza serta para pendukungnya yang berbangsa asing. Sebelum kita lanjutkan riwayat perjuangan Imam Khomeini menentang kediktatoran dan tirani, agaknya patut dikemukakan sedikit tentang sifat dari kedua kebijakan itu. Slogan land reform di Iran adalah satu kamuflase penghancuran total ekonomi agraris yang direncanakan untuk memberikan jaminan keuntungan maksimum bagi keluarga raja, sebuah oligarki yang terikat kepada kepentingan agribisnis keluarga raja dan pihak asing, terutama perusahaan-perusahaan yang berpusat di Amerika Serikat, Eropa, dan Israel.
- Setelah Imam Khomeini berbicara pada sebuah madrasah (hawzah) di Qum pada bulan Maret 1963 terjadilah serangan di madrasah tersebut oleh gabungan tentara dan polisi. Sejumlah orang syahid dalam peristiwa ini, sedangkan Imam Khomeini ditahan beberapa lama, kemudian dibebaskan. Akan tetapi, segera setelah bebas, beliau meningkatkan intensitas dan frekuensi serangan-serangannya terhadap rezim tiranik. Pada bulan Juni tahun itu juga (1963) yang bertepatan dengan bulan Muharram Imam melancarkan kampanye menyeluruh dalam rangka pembentukan opini publik dengan menggerakkan, secara terkoordinasi, para pemimpin agama (ulama). Melalui serangkaian deklarasi, beliau terus menyerang ketundukan Syah kepada kekuatan-kekuatan asing, terutama Amerika Serikat (AS) dan Israel, di samping juga tindakan Syah yang menginjak-nginjak ajaran Islam dan Undang-Undang Dasar Iran.
- Pada tanggal 15 Khordad (15 Juni 1963) terjadi kebangkitan besar serentak di berbagai kota di Iran, yang kemudian ditumpas secara sadis dan biadab oleh rezim Syah. Perlu diketengahkan bahwa sebelumnya, Syah juga gemar memberikan perintah kepada para polisi rahasia dan tentaranya untuk menembak mati siapa pun yang menjadi targetnya. Menurut perkiraan, pada hari itu (15 Juni 1963) — dan pada saat-saat lain yang memiliki hubungan dengannya — ada sekitar 15.000 rakyat yang terbunuh. Akibat dari peristiwa tersebut Imam Khomeini ditangkap lagi, kemudian diasingkan ke Bursa di Turki. Dalam hubungan ini, yang menarik adalah bahwa selama berada di Turki, Imam ditahan di suatu rumah yang dijaga ketat oleh polisi Iran, padahal hal tersebut jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku di Turki. Namun, ini mudah dipahami karena Perdana Menteri Turki pada masa itu adalah Suleyman Demirel, yang konon dikenal sebagai anggota “freemason”.
- Pada bulan Oktober 1965, Imam Khomeini diperbolehkan meninggalkan tempat pengasingan di Bursa untuk dipindahkan ke lingkungan yang lebih sesuai, yakni di Najaf, sebuah kota di Irak yang menjadi salah satu pusat pendidikan masyarakat Syi’ah dan juga sebagai tempat perlindungan pemimpin-pemimpin agama dari Iran. Sebagai misal, pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 sejumlah pemuka agama yang mendukung gerakan konstitusi dan boikot tembakau (di Iran), memberikan pengarahan-pengarahannya dari tempat ini karena dianggap relatif aman. Kendati demikian, kepindahan Imam ke Najaf tidak berarti beliau telah menemukan tempat yang benar-benar aman. Terbukti, Imam sering mendapat gangguan dari para pengikut Partai Ba’ath (sebuah partai berhaluan sosialis-nasionalistik) yang kebetulan sedang melancarkan aksi penindasan umum terhadap rakyat Irak.
- Dari Najaf, Imam Khomeini melanjutkan pengarahan-pengarahan secara berkala, terutama dengan mengeluarkan deklarasi-deklarasi terkait dengan berbagai persoalan yang dihadapi rakyat dan bangsa Iran. Sebenarnya, Syah sangat berharap bahwa dengan mengasingkan Imam dari Iran, maka pengaruh dan popularitasnya akan berakhir. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Syah dibuat frustrasi. Pers Barat berpendapat bahwa kemunculan Imam Khomeini secara menonjol dalam memimpin “revolusi” adalah sebagai akibat dari adanya kevakuman pemimpin ummat (rakyat), dan karena tidak adanya alternatif pemimpin lain yang dianggap cocok. Tetapi penilaian seperti ini lebih disebabkan ketidaktahuan mereka tentang perkembangan bertahap terkait dengan peran Imam Khomeini, terutama selama masa pengasingan beliau lebih dari 14 tahun. Misalnya saja, selama beliau diasingkan di Najaf, beliau tidak tinggal diam. Justru dari sana beliau mengeluarkan sejumlah maklumat terkait dengan berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan rakyat Iran. Tentu saja, maklumat-maklumat tersebut berpengaruh besar dalam pembentukan opini publik di Iran. Pada bulan April 1967, Imam Khomeini mengirimkan surat terbuka kepada Perdana Menteri Iran, Amir Abbas Hoveyda, yang isinya menentang Hoveyda dan Syah atas pelecehan mereka yang terus-menerus terhadap ajaran Islam dan Undang-Undang Dasar Iran. Imam juga mendasarkan perjuangannya dengan melakukan survei yang luas atas berbagai kebijakan pemerintah, kemudian mengkritiknya satu demi satu, seraya memperingatkan penguasa bahwa pada satu saat mereka akan dituntut untuk bertanggungjawab. Dapat dibayangkan bagaimana perasaan tidak percaya dan ejekan Hoveyda ketika menerima surat itu, mengingat Imam masih berstatus sebagai seorang yang terasing dan pengikut-pengikutnya banyak disembelih di jalan-jalan. Namun, hal itu patut dipandang sebagai salah satu ciri khas yang menonjol dari kepribadian Imam, bahwa setiap perkataan yang telah dilontarkannya pastilah dimaksudkan secara bersungguh-sungguh. Dan itu, tentu saja, berkontribusi positif terhadap keefektifan kepemimpinannya. Peringatan Imam kepada Hoveyda tersebut kelak terbukti kebenarannya, di mana pada tahun 1979 (setelah kemenangan Revolusi Islam Iran), Hoveyda dieksekusi mati oleh Pengadilan Revolusi.
- Pada bulan Mei 1970, Imam Khomeini ketika berada di pengasingan, yang memiliki hubungan dengan serangkaian peristiwa yang terjadi pada bulan Mei 1970. Pada saat itu, sebuah konsorsium penanaman modal Amerika Serikat menyelenggarakan konferensi di Teheran untuk membicarakan jalan terbaik dan paling efektif dalam rangka eksploitasi ekonomi dan sumber daya alam Iran. Menyusul peristiwa ini, salah seorang pengikut Imam Khomeini, Ayatullah Saidi, mengeluarkan deklarasi dalam masjid yang dipimpinnya di Teheran. Inti deklarasi itu adalah menentang konferensi tersebut dan menyerukan rakyat Iran untuk bangkit dan memprotesnya. Ia kemudian ditahan dan dianiaya hingga syahid oleh polisi rahasia, SAVAK. Atas kejadian ini, Imam Khomeini mengeluarkan seruan kepada rakyat Iran untuk memperbaharui dan menyegarkan perjuangan mereka melawan rezim Pahlevi.
- Pada tahun 1971 dan selama masa revolusi, Imam mengeluarkan seruan atau deklarasi-deklarasi kepada dunia Islam, tentu saja diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, dan antara lain dibagi-bagikan selama musim Haji. Dalam deklarasi-deklarasi ini, beliau menganjurkan pentingnya membangun solidaritas dan kerjasama di kalangan kaum Muslimin sedunia untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi bersama.[3]
- Ayatullah Ruhullah Khomeini berasal dari keluarga yang sangat religius. Baik ayahnya, Ayatullah Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini, kakeknya Sayyid Ahmad Hindi lahir di kintur, maupun kakek ayahnya, Sayyid Din Ali Syah, dikenal sebagai tokoh agama yang disegani pada masanya. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga Ayatullah Khoemeini merupakan keluarga yang selalu taat kepada ajaran Islam dan agama sebagai jalan meniti hidup yang dibarengi dengan kemuliaan dan penghormatan serta keluarganya merupakan keluarga yang terpelajar Syiah di desanya. Disamping itu walaupun keluarganya merupakan keluarga yang terpandang di Iran namun beliau dalam kehidupan pribadinya sebagai seseorang yang hidup sangat sederhana.
- Dari pembahasan tentang kehidupan pribadi Ayatullah Khomeini sesungguhnya nampak sejak masa remajanya sebagai anak yang energik, berani, cerdas, punya tekad besar, disiplin, berkerja keras, suka merenung, dan senantiasa membela yang lemah serta pribadi Imam Khomeini penuh dengan semangat religius dan kepercayaan tinggi terhadap diri sendiri. Bahkan, tidak jarang Khomeini kecil pulang dengan baju yang kotor dan robek karena permainan fisik dengan sesamanya, demi membela kebenaran. Hal itu tentu saja tidak terlepas dari didikan keluarga dan pengaruh ibunya, bibinya, dan garis keturunan kelurganya yang terkenal sebagai pembela kaum tertindas. Kepribadian, kesederhanaan, kecerdasan, serta penguasaan Imam Khomeini tersebut dapat terus dipertahankan pada perjalanan kehidupan selanjutnya.
- Seiring dengan bertambahnya usia, semakin berkembang pula citra yang melekat pada dirinya. Beliau terkenal hidup sebagai seorang zahid yang sejati dan sederhana, serta senantiasa menyesuaikan diri antara ucapan dan tindakan kesehariannya. Bahkan, harta yang dimiliki oleh sang Imam hingga akhir hayatnya, hanyalah sebuah rumah sederhana yang telah diwakafkan pada dewan Revolusi, alat masak sekedarnya, tempat duduk belajar sekaligus untuk tidur, serta beberapa alat ibadah dan buku. Hal itu tentu saja menyentakkan kesadaran banyak orang yang pernah berkunjung ke rumahnya, baik pasca revolusi ataupun pasca wafatnya sang Imam. Bahwa, betapa kehidupan Imam Khomeini yang sebetulnya bisa saja memanfaatkan kebesaran nama dan pengaruhnya untuk kehidupan pribadi sebagaimana dilakukan banyak penguasa, namun beliau sama sekali tidak mau mencampuradukkan urusan pribadi dan negara.
- Dalam berbagai aktivitasnya sehari-hari, telah banyak berbagai peristiwa yang menonjol hal ini dapat dilihat dari 4 (empat periode) dimana Ayatullah Khoemeni berjuang untuk memperjuangkan Revolusi Islam Irak. Walaupun dengan banyak peristiwa yang beliau lalui namun beliau tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang hamba Ilahi yang selalu taat beribadah kepada Allah SWT. Ayatullah menjadi salah satu tokoh di dunia Islam yang Revolusioner dan tepat sekali bila masyarakat di dunia Islam khususnya memandang beliau sebagai figur pemimpin yang kharismatik dan berani dalam bertindak melawan kezaliman. beliau adalah pembela kaum terpinggirkan dan berjuang dalam agama Ilahi, individu yang penyayang dan peka terhadap masalah kemanusiaan, melalui beliau sebuah negara dengan pola kerajaan dan sistem perbudakan modern bak pintu penghalang bagi kehormatan manusia beliau luluhlantahkan, melalui beliau lahir gerakan demi kebebasan tanah Palestina dan banyak lahir individu-individu sebagai tokoh terpelajar dan arif lahir dari buaian kasih sayang dan keluhuran ilmu beliau.
- Ayatullah Khomeini dalam berbagai aksi perjuangannya telah memberikan suatu pencerahan bagi umat Islam di dunia dalam menentang kaum Barat. Imam Khomeini sang pencetus Revolusi Islam bukan sekedar pemimpin politik dan revolusi. Sosok yang tak pernah kenal lelah ini selama bertahun-tahun menghabiskan usianya untuk memberi penerangan kepada rakyat dan menyeru untuk memerangi kezaliman dan ketidakadilan. Keperibadian beliau melampaui batasan manusia biasa yang terkekang dengan fisik kasarnya. Beliau seorang ulama yang mengikuti dan meneruskan jejak para nabi serta senantiasa meneriakkan kebenaran dan keadilan sebagai hakikat penciptaan. Oleh karena itu, revolusi yang dipimpin Imam Khomeini tidak terbatas pada rakyat Iran. Revolusi Islam bersumber pada Al-Qur'an dan Islam yang mengajak umat manusia ke arah kebenaran dan kebebasan serta keadilan. Nilai-nilai luhur ini bukan hanya dihormati rakyat Iran, namun juga seluruh bangsa di dunia. Dunia modern pun tak luput dari pengaruh revolusi besar ini yang menyerukan kebebasan dan independensi. Dengan cepat revoluisi ini menyebar ke seluruh penjuru dunia dan telah berhasil menyadarkan berbagai bangsa dunia dari tidur panjangnya.
- Revolusi Islam Iran sebagai revolusi idiologi dan religi terbesar dunia modern memiliki posisi penting. Keistimewaan yang dimiliki revolusi ini yang menjadikannya berbeda dengan revolusi-revolusi dunia lainnya adalah sisi modernisitas yang terkandung di dalamnya. Hal inilah yang menyebabkan revolusi ini hingga kini terus mendapat perhatian para pengamat politik dan sosial meski telah berusia tiga dekade. Meski demikian, kita menyaksikan upaya besar-besaran media Barat untuk mencitrakan bahwa revolusi Islam Iran telah habis masanya dan sistem yang diusung revolusi ini telah usang dan tidak mampu menjawab tantangan zaman.
- Ayatullah Khomeini merupakan seorang pemimpin yang berani, luas pengalaman dan tegas. Pemimpin ini telah menggariskan perjalanan bangsa Iran. Ia muncul dengan mengusung ide bahwa politik harus bergandengan dengan etika dan agama. Oleh karena itu, yang berhak menjadi pemimpin adalah pribadi cerdik dan bertakwa serta menyerukan keadilan sehingga dunia dipenuhi perdamaian. Revolusi Islam memberikan harapan kepada manusia yang hidup di bawah tekanan kezaliman. Revolusi Islam terbentuk dengan nilai-nilai kemanusiaan dan religius. Demi membangun masyarakat yang berlandaskan Al-Qur'an, revolusi telah mengorbankan banyak syuhada. Ciri yang menonjol dalam gerakan ini adalah keikhlasan, ketegaran dan persatuan. Revolusi Islam sebagai gerakan yang hidup dan tegar berhasil menghadirkan Islam di kancah politik dan sosial. Revolusi ini juga berhasil membuktikan bahwa agama mampu membawa manusia kepada kebahagiaan dalam kehidupan ini.
5. Kepemimpinan Ayatullah Khomeini. Ayatullah Khomeini merupakan seorang pemimpin Islam Iran. Pemimpin Islam berbeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya seperti raja atau presiden. Pemimpin Islam adalah seorang pemimpin yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat. Didalam melaksanakan kepemimpinannya dia menerapkan perpaduan gaya kepemimpinan demokratis dan paternalistis. Dalam gaya kepemimpinan demokratis dia merupakan sosok pemimpin yang selalu membimbing kepada rakyatnya untuk selalu dalam ajaran Islam dan selalu bersifat terbuka dalam setiap permasalahan yang dihadapi di negaranya. Dalam revolusi Islam Iran, figur Imam Khomeini tentu tidak bisa dilepaskan sebagai pemimpin yang sangat signifikan kedudukannya dalam revolusi tersebut. Di samping itu, beliau juga menjadi kepala Wilayah al-Faqih pertama yang bertugas mengatur dan mengawal jalannya pemerintahan pasca revolusi 1979. Meskipun banyak figur-figur lain seperti Ali Syari'ati, Murtadha Muthahhari, serta M Baqir Al-Sadr, namun kharisma dan pengaruh politik Imam Khomeini melampaui mereka semua. Dalam Revolusi Islam, keberadaan seorang pemimpin yang bijak dan berpengaruh merupakan salah satu karakter utama yang membedakannya dengan revolusi-revolusi yang lain. Di sepanjang kepemimpinan Imam Khomeini, Revolusi Islam menjadi sasaran beragam konspirasi dan tekanan musuh yang berupaya untuk melencengkan langkah revolusi ataupun memusnahkannya secara total. Namun, semua tantangan itu berhasil dilumpuhkan oleh kepemimpinan Imam Khomeini. Imam Khomeini merupakan sang pemimpin bijak dan faqih sebagai pelopor gerakan iman dan amal. Keimanannya mampu membasahi seluruh jiwanya hingga kalbu-kalbu tak beriman dan wadah-wadah hampa terpenuhi dengan luapan iman yang bersumber darinya pada tataran amal. Sedangkan dalam gaya kepemimpinan Paternalistis dia merupakan sosok seorang ayah yang senantiasa melindungi rakyatnya dari segala penindasan dan kezaliman kaum Barat sehingga dia menjadi panutan bagi rakyatnya dan membebaskan umat Islam dari belenggu penguasa zalim serta membimbing mereka kepada ajaran para Nabi.
Adapun sifat-sifat kepemimpinan Ayatullah Khoemeini yang dapat diteladani dan relevansinya dengan sifat-sifat kepemimpinan TNI adalah mempunyai keberanian, tegas, bijaksana, berpengetahuan, bersemangat, berinisiatif, ulet, loyal, Integritas, dapat dipercaya dan tidak mementingkan diri sendiri.
Ciri-ciri kepemimpinan yang dimiliki oleh Ayatullah Khoemeini yaitu memiliki moril yang tinggi dalam memperjuangan Umat Islam Iran terhadap kaum penindas dan kezaliman kaum Barat. Imam Khomeini sepanjang hidupnya tidak pernah membatasi diri pada georgafi tertentu dan sejarah kontemporer. Dia telah memperkenalkan kehidupan yang dibarengi dengan semangat spiritual. Dengan moril yang tinggi serta dibarengi dengan akar ajaran Islam dalam memperjuangan Revolusi Islam Iran telah dapat mengubah kedudukan dan supremasi negara-negara di dunia. Disamping itu beliau juga mempunyai kedisiplinan yang selalu taat terhadap ajaran Islam dan mempunyai keikhlasan, ketegaran dan persatuan. Revolusi Islam sebagai gerakan yang hidup dan tegar berhasil menghadirkan Islam di kancah politik dan sosial. Revolusi ini juga berhasil membuktikan bahwa agama mampu membawa manusia kepada kebahagiaan dalam kehidupan ini.
6. Kesimpulan. Dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Ayatullah Khoemeini tidak dapat dipisahkan dari Republik Islam Iran dan Revolusi Islam. Dapat kita katakan bahwa nama besar Imam Khomeini sebagai pendiri Revolusi Islam tidak akan pernah hilang dari ingatan dan selalu dikenang. Beliau adalah pelita yang menerangi orang-orang muslim yang sedang bersedih dan merundung. Beliau juga membimbing orang-orang yang merdeka dan pencari keadilan dengan cahaya dan kebenaran. Oleh karena itu, Ayatullah Khomeini dikenal sebagai tokoh yang membawa kemuliaan bagi umat Islam dan sosok yang
menghidupkan kembali agama Islam di era modern. Ayatullah Khomeini dan revolusi akan selalu disebut setiap kali berbicara keadilan dan kaum tertindas. Beliau memperkenalkan agama sebagai jalan meniti hidup yang dibarengi dengan kemuliaan dan penghormatan. Umat Islam dunia juga masih tetap mengenang Ayatullah Khomeini sebagai simbol kesucian, ketakwaan, serta tokoh yang merakyat, berani, dan tidak mengenal kompromi. Imam Khomeini sebagai pemikir bagi kebangkitan umat Islam merupakan seorang pribadi suci. Sebagai seorang pakar fikih, ahli irfan, dan pemimpin yang berani, beliau telah berjuang mereformasi pondasi-pondasi masyarakat Iran. Beliau juga telah membangun sistem yang berasaskan ajaran Islam dengan kemenangan revolusi.
0 komentar:
Posting Komentar